Monday 16 February 2009

Kartu Kuning Itu Kritik Membangun

Oleh : Mohd. Yusuf Hasibuan

Setelah pemilu raya PPMI diadakan pada tanggal 13 Agustus 2008 lalu. Dalam kesempatan itu, dimenangkan oleh pasangan Yazid dan Heri (No. 3) dengan perolehan suara 713. Banyak diantara mahasiswa kembali mencari kesibukan sebagaimana biasanya. Begitu pula presiden yang baru terpilih, mereka menyusun kabinet baru, guna mempersiapkan kinerja setahun kedepan. Kemudian merencanakan acara pelantikan yang diagendakan pada hari Sabtu, 25 Agustus 2008. Kita mau menengok dan mencermati dengan bijak, tidak sedikit kerancuan yang kita dapati pada kepengurusan PPMI tahun ini dan kurangnya profesionalisme berorganisasi dalam tubuh PPMI. Beberapa diantaranya, akan disampaikan penulis dalam kesempatan ini.

Setelah penentuan tanggal dan tempat, ternyata terbentur dengan banyaknya organisasi lain yang melaksanakan acara pada waktu yang sama. Fenomena ini membuahkan pertanyaan bagi Masisir, apakah unsur sengaja atau hanya khilaf ? Hemat penulis, kemungkinan besar di balik semua ini ada pesaing politik yang kurang mendukung kepengurusan yang baru. Atau bahkan mencari sesuatu untuk menghalang-halangi kinerja DPP-PPMI periode XIV Masa Bakti 2008-2009.

Lebih jauh lagi, dan cukup memprihatinkan, ketika acara pelantikan PPMI diadakan pada tanggal 25 agustus 2008 ternyata agenda tersebut diundurkan dengan alasan sedikitnya hadirin yang datang. Dari sini kita bisa menilai bahwasanya presiden PPMI masih kurang dalam memahami menejemen waktu, begitu juga dalam mengambil sikap dan tindakan. Bisa jadi, banyak keraguan atau rasa bimbang yang mereka rasakan. Atau dibalik itu banyak yang mempolitisi mereka.

Lagi-lagi merupakan sedikit titik lemah, satu hari sebelum pelantikan; pada hari Sabtu, 25 Agustus 2008, ada salah satu dari masisir sebagai ‘Tim Peminimalisir Organisasi’ menanyakan tentang nama-nama utusan dari kekeluargaan. Saat itu terjadi perbincangan yang singkat dan cukup ramah: ” Assalamulaikum, dengan siapa ya Pak? Sebelumnya, maaf malam-malam nelpon. Begini, besok kami akan mengadakan pelantikan (salah satu kekeluargaan di Mesir) jadi kami mau bertanya, siapa yang menjadi delegasi DP PPMI tahun ini dari kekeluargaan kami Pak?” Pertanyaanpun dijawab dengan nada yang rendah: “Wa’alaikum salam, ini saya seketaris pertama. Begini Pak, kalau masalah utusan dari kekeluargaan Antum, kami kurang tahu.” Mendengar jawaban yang tidak mengena dari seorang kabinet PMMI tadi si penelpon akhirnya melontarkan pertanyaan yang lain. ”Kalau memang demikian, begini saja Pak, konkritnya Antum bacakan saja semua nama-nama kabinet mungkin kami tahu salah satu dari mereka, dan yang kami maksudkan” Bapak seketaris PPMI menerima permintaan. Dengan penuh rasa ragu, ia membacakan semua nama-nama staf kabinet “Masisir Bangkit.” Setelah dibacakan penelpon menuturkan: “Oh…, Pak dari nama-nama itu yang kami kenal, Ana rasa itu salah satu anggota kekeluargaan kami, yang bagian Menko tiga itu juga dari kekeluargaan kami.” Herannya, Pak sekretaris menjawab: “Iya. Yang satu memang dari kekeluargaan Antum, tapi yang menjabat Menko tiga itu bukan. Karena kami lihat di data yang ada, beliau berasal dari kekeluargaan KMB.” Keesokan harinya, baru terbongkar. Ternyata jawaban yang dikatakan Bapak Seketaris PPMI, kurang tepat.

Dinamika keorganisasian seperti ini cukup membingungkan. Bagaimana bisa elite mahasiswa (PPMI) yang mempunyai kapasistas dan integritas yang tinggi, tidak mengetahui masalah yang relatif kecil seperti ini. Lain lain, yang mungkin membuat kita semakin bingung. Kepada siapa kita harus bertanya, atas kesalahan formatur tersebut. Apakah kepada tim formatur PPMI yang baru? Atau kesalahan ini dilimpahkan kepada kekeluargaan yang mengutus anggotanya, karena tidak memahami kode etik pencalonan dan perolehan kursi menteri? Kalau memang demikian adanya, harapan kita semoga semua pihak yang bersangkutan mau mengintrofeksi dan terus berusaha profesional dalam berorganisasi agar tidak terjadi kekeliruan dikemudian hari.

Berlanjut hari keempat setelah pelantikan Presiden beserta jajarannya, yang baru mulai merancang program kerja setahun kedepan. Diawali dengan penabalan nama kabinet yaitu kabinet “Masisir Bangkit.” Dari penyusunan anggota kabinet saja banyak kejadian yang rancu, seperti yang terjadi diatas. Selain itu ada contoh kecil yakni kurangnya kedisiplinan presiden baru dalam pemilihan staf-stafnya karena ada sebagian kekeluargaan tak tersentuh bahkan tidak mendapatkan surat pengiriman delegasi, ini merupakan kemunduran kinerja Kabinet “Masisir Bangkit.” Kalau ditilik ini mengandung unsur kefanatismean atau kesepihakan yang disanjung dan didahulukan. Apa begini sebenarnya kepemimpinan yang ideal dan profesional yang kita pahami? Kalau begini, kapan kita bisa memulai kejujuran dan kebijaksaan? Atau lebih baik, kita diam seribu bahasa dan hanya mengangguk kepala saja. Kalau memang iya, lambat laun kita akan berhadapan dengan kehancuran. Naûubillâh min dzâlik. Sebagai bangsa yang berluhur tinggi hal ini, tentunya sama-sama tidak kita harapkan.

Berikutnya, sedikit menyoroti program “Academic Award dan Takrimul Mutafawwiqin” yang digelar pada tanggal 15 September 2008, sebagai ajang peningkatan intelektualitas, program cukup sangat besar dan membutuhkan dana yang tidak sedikit. Dari penyebaran pamplet-pamlet dan offline sudah sangat bagus hanya saja banyak yang sudah dibohongi. Ternyata acara yang direncakan pada tanggal tersebut dicancel alias gagal karena tempat yang diagendakan, Shalah Kamil telah diboking pihak Mesir. Untuk titik lemah ini, siapakah yang harus bertanggung jawab dan kita tanyakan? Apakah panitia atau kabinet Masisir Bangkit? Kita tidak mengharapkan gara-gara satu acara diundurkan, akan banyak acara yang akan dikorbankan lagi, berupa perubahan jadwal dan sebagainya.

Dari cerita diatas kita bisa melihat awal mula kinerja PPMI tahun ini terkesan sangat amburadul dan suka memainkan kata-kata yang membingungkan. Beginikah pemimpin yang kita harapkan. Sungguh, ironis hemat kami, kalau sosok pemimpin yang kita dukung adalah yang penuh dengan titik lemah. Akan menunggu berapa puluh tahun lagi Indonesia kita akan maju? Kita semua berharap mempunyai sosok pemimpin yang cepat tanggap atau sur’atul khâtir. Sosok pemimpin yang sejati, pandai untuk mencari solusi. Dan tidak bersikap mengalah begitu saja selagi itu benar. Sehingga, diharapkan tidak terjadi lagi pengunduran berbagai macam agenda. Tentunya tidak menutup mata untuk senantiasa memakai kode etik keorganisasian yang professionalisme yang dikedepankan. Sebab kalau sekiranya tidak demikian, maka akan terbentur dengan kartu kuning selayaknya dalam sebuah permainan bola yang mempunyai peraturan dan kode etik. Para pemain (elite) harus bermain profesional, menjaga sportifitas, kekompakan tim dan tidak melupakan kode etik. Sehingga para wasit tidak mengeluarkan kartu kuning, yang kapan saja bisa terjadi atas keteledoran atau kekhilafan. Para fans tidak kecewa dan penonton lainnya yang budiman dapat terhibur, lega dan menikmati permainan yang jitu.

Tulisan ini merupakan kritik membangun penulis, sengaja dihadiahkan untuk kepengurusan PPMI yang baru untuk membuka mata. Sekali lagi, tak lain, untuk membangun. Sekaligus sebagai tantangan PPMI kedepan agar tidak takut-takut dalam mengambil tindakan dan inisiatif demi kemaslahatan. Terus maju mengambil dan membela hak mahasiswa—selaku rakyat intelek bangsa ini yang harus terus dibangun dalam berbagai aspek—baik dari pihak pemerintah (baca: KBRI) ataupun yang lainnya. Tentunya, dengan tidak menenyampingkan kewajiban dengan baik dan benar. Jangan khawatir dengan halangan atau hanya duri kecil yang berada di tengah laluan, kita sama-sama membersihkannya dari jalan. Hingga akhirnya, jalan dan dinamika keorganisasian mahasisa Mesir bisa bersih tanpa halangan dan berupaya untuk terus maju. Seperti dalam miniatur persepak bolaan yang kami singgung diatas, para fans dan penonton aktif akan terus mengikuti jalannya permainan dengan baik. Dan memberikan kritik yang membangun mana kala para pemain (baca: elit mahasiswa) khilaf. Mudah-mudahan kepengurusan sekarang tetap semangat dan berani mengambil resiko demi kemaslahatan masisir, umat dan bangsa. Amîn. Marilah kita sama-sama bercermin, menuju arah yang lebih baik. Terahir, ada baiknya untuk merenungkan petuah yang mengatakan: kun asadan fi al hasanât wa lậ takun ka al fa’ri fi as sayyiật—jadilah seperti singa dalam kebenaran dan jangan seperti tikus dalam keburukan—

No comments: