Monday 16 February 2009

A’mâlu Ahli al-Madînah*

Oleh: Mohd. Yusuf Hasibuan

Pendahuluan

Segala puji bagi Allah tuhan sekalian alam, yang telah menerangi hati kita dengan cahaya keimanan dan al-Quran sebagaimana Allh swt menyinari bumi siang dan malam, yang telah memberikan kepada kita ujian yang hanya sebatas kemampuan kita untuk memikulnya, dan mudah-mudahan Allah swt menjadikan kita sebagai orang-orang yang sabar menghadapi semua rintangan yang ada, serta semoga Allah swt menyelamatkan negeri kita dan dunia ini dari fitnah yang ada amin.
Shalawat dan salam kepada nabi Muhammad saw yang telah berlimpah darah untuk membela islam, dan meminimalisir istirahatnya demi kemaslahatan umat, semoga kita mendapat syafaat beliau amin.
Kapan lagi jikalau bukan sekarang? manakala waktu yang berjalan dengan lancar tak seorangpun yang bisa menahan geraknya bahkan seorang rajapun tak sanggup untuk mengelak darinya, sehingga wajar jikalau ada syair yang mengatakan: bâdir al-Furshah, I’mal Lidunyâka kaannaka ta’îsyu AbadâWa’mal liâkhiratika kaannaka Tamûtu Khadan, dan Al-Waqtu Kassayf Faillam Taqtha’uh Qatha’aka. Karena waktu memaksa kita agar bergerak dan bergerak, lalu sebagai Mahasiswa kita dianjurkan untuk berbuat sebagaimana didalam bahasa arab disebut ‘Amalun.
Pembahasan tentang A’mâlul Ahlil Madînah merupakan pembahasan yang amat rumit khususnya bagi kita yang hanya mempelajari Ushul Fiqh ala mazhab Imam Syafi’I yang berlandaskan: al-Quran, Sunnah, Ijma’, Qiyas, sedangkan Imam Malik mengambil hukum berlandaskan: al-Quran, Sunnah, Ijma’, Qiyas, apabila belum terdapat dikitab ataupun sunnah maka diambil dari A’mâlul Ahlil Madînah yang dilakukan oleh para sahabat yang tinggal dikota madinah, dan Mashâlah Mursalah .

Defenisi

A’mâlun Jama’ dari ‘Amalun yang artinya perbuatan, amalan.
Ahlun adalah kerabat, keluarga, famili.
Madinah adalah kota yang berada di negara Saudi Arabia berada di hijaz sebelah utara kota makkah, orang-orang kafir menamakannya yasrib, tempat memimpinnya para khulafâu ar-Rasyidin setelah wafatnya Rasulullah saw yaitu pada masa Abu Bakar as-Shiddik, Umar Bin Khattab, dan pada masa Usman Bin Afwan, tepatnya pada tahun 10 H/632 M,
Dan didalam kitab taurat kota madinah mempunyai sebelas nama sebagaimana al-Jubair Bin Bakar mengatakan: Bahwasanya kota madinah mempunyai sebelas nama seperti: Al-Madinah, Tayyibah, Tâbah, Miskînah, Jâbirah, Majbûrah, Marhûmah, al-’Uzharâk, al-Mahabbah, al-Mahbûbah, al-Qôsimah.



Ulama berbeda pendapat tentang Pengertian A’mâlu Ahli al-Madînah,
Pertama ’Amal menurut tujuannya adalah perbuatan yang dikerjakan ahlul madinah dari sunnah-sunnah Rasulullah dengan taukil yang berlanjutan pada masa Rasulullah baik dari segi dalil-dalil maupun pendapat-pendapat.
Kedua makna ‘Amal menurut asalnya yaitu pengambilan sunnah-sunnah dari Rasulullah, mengambil dalil-dalil dan pendapat-pendapat dari para sahabat, dan mengambil dalil-dalil dan pendapat-pendapat dari para tabi’in setelah wafatnya Nabi Muhammad.
ketiga pengertian’Amal menurut bentuk-bentuk dan tingkatan-tingkatannya adalah pengambilan sunnah-sunnah dari Rasulullah, sedangkan menurut Jumhur dalil-dalil yang diambil dari sahabat yang tinggal dimadinah, dan menurut sebagian ulama Malikiyyah dalil-dalil yang diambil dari para sahabat setelah wafatnya Nabi Muhammad.

Menurut Muhammad Bin Rusdi makna ’Amal terbagi menjadi tiga bagian seperti:
1. Perbuatan Naqali.
2. Perbuatan yang sesuai dengan Qiyas dan Ijma’u Ahlil Madînah.
3. Perbuatan sesuai Ijtihadu Ahlil Madînah akantetapi hanya sampai pada masa sahabat, kalau seandainya setelah masa sahabat maka perbuatan itu sebagai perbuatan yang dibuat-buat.
Menurut Ibnu Taimiyyah makna ’Amal terdiri dari empat macam yaitu:
1. Perbuatan yang kerjakan sesuai dengan sunnah Rasulullah
2. Perbuatan yang dilaksanakan sesuai dengan para sahabat dikota madinah (Khulafaur Rasyidin) karena sebelum terbunuhnya usaman bin affan imam Imam Malik Mengambil A’mâlu Ahlil Madînah sebagai hujjah , Yunus Bin Abdul A’la mengatakan (apabila para sahabat yang tinggal dikota madinah berpendapat maka tak ada keraguan kecuali kebenaran)
4. Apabila terjadi satu permasalahan memiliki dua dalil seperti dua hadist atau dua qiyas, maka yang lebih kuat adalah perkataan Ahlul Madînah.
5. Perbuatan yang sesuai dengan ijma’ para Tabi’in dan Tabi’ Tabi’in yang berada di kota madinah.
Menurut Ibnu Qoyyim makna A’mal terbagi dua macam
1. Perbuatan yang diambil dengan cara periwayatan dan pemindahan
A) Perbuatan yang sesuai dengan Syari’at Rasulullah baik dari segi perkataan, perbuatan, maupun ketentuan beliau.
B) perbuatan yang diambil secara ijtihâd dan istimbâd yaitu perbuatan para sahabat, dan tidak menjadikan A’mal Mutaakhir sebagai hujjah seperti mengaharamkan susu kuda jantan.
C) Perbuatan yang sesuai dengan Perbuatan para tabi’in yang tinggal dikota madinah.
D) Perbuatan yang sesuai dengan tempat, waktu, dan keadaan orang-orang madinah.
2. Perbuatan secara Ijtihâd dan Istimbâd
A) Perbuatan yang dilakukan sesuai dengan Ijtihad dan Istimbad pada masa Rasulullah.
B) Perbuatan yang sesuai dengan Ijtihad dan Istimbad Pada masa sahabat dan Tabi’in.
Menurut al-Qâdhî ’Iyâdh membagikan A’mal menjadi dua bagian
1. Perbuatan yang sesuai atau tak ada pertentangan baik secara periwayatan maupun secara ijtihad pada masa Rasulullah
2. Apabila terjadi khabar yang bertentangan, maka perbuatan yang akan dilaksanakan amat lemah maka sangat perlu mengambil Perbuatan para sahabat dan Mutaakhir yang tidak bertentangan dengan sunnah.


Hujjiyah A’mâlul Ahlil Madînah
1. Dalil dari al-Quran;
A. Firman Allah Swt. yang berbunyi: “Wa as-Sâbiqûna al-Awwalûna Min al-Muhajirin wa al-Anshâri wa al-Ladzîna it-Taba’û Hum Biihsânir Radhiya Allâhu ‘Anhum Wa Radhû ‘Anhu Wa A’adda lahum Jannâtin Tajrî Tahtiha al-Anhâr Khalidîna Fihâ Abadâ.” yang artinya: “orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk islam) diantara orang-orang muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan kepada bagi mereka syurga-syurga yang mengalir sungai-sungai didalamnya; mereka kekal didalamnya selama-lamanya”
B. Firman Allah Swt. yang artinya: “sebab itu sampaikanlah berita itu kepada hamba-hamba-Ku, yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik diantaranya(mendengarkan ajaran-ajaran al-Quran) mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal”
1. Dalil dari sunah;
A. Rasulullah saw Bersabda yang artinya: “Hendaknya kamu mengikuti sunnah-Ku dan sunnah Khulafau ar-Rasyidin sesudah aku”
B. Rasulullah saw Bersabda yang artinya: “Ikutilah orang-orang setelah-Ku Abu Bakar dan Umar”
C. Rasulullah saw Bersabda yang artinya: “Sesungguhnya para sahabat(yang tinggal dikota madinah) telah menyaksikan wahyu maka merekalah yang lebih mengetahui dari pada sahabat laninya(yang tidak tinggal dikota madinah)”

Macam-macam A’mâlul Ahlil Madînah dan contohnya

a. Perbuatan dari segi Naqli Seperti:
A. zakat apel dan buah-buahan Mu’azh Bin Jabal berkata bahwasnya Rasulullah saw Bersabda yang artinya: “apabila sawah yang dialiri air hujan maka ia mengeluarkan zakat sepersepuluh” gandum, jahe harus mengeluarkan zakat sedangkan mentimun, melon, semangka, delima dan tebu tidak diwajibkan mengeluarkan zakatnya, Hasan Bin ’Imarah meriwayatkan bahwasanya Muâzh Bin Jabal bertanya kepada Rasulullah tentang zakat buah-buahan maka Rasulullah menjawab (maka tidak ada zakat baginya) menurut Abu Musa bahwasanya hadist yang diriwayatkan Hasan adalah hadist mursal. Maka diradh kembali oleh al-Lais dari ayat al-Quran yang artinya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka” dan Allah swt berfirman: “Hai orang-orang yang beriman nafkahkanlah (dijalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu”
B. memerdekakan hamba cahaya, akantetapi didalam hal ini masih banyak keraguan didalamnya karena ahlul madînah sendiri mengingkarinya.
b. Perbuatan dari segi Istidlal
seperti: sujud tilawah, syukur, syahwi dll kecuali sujud shad, haji yang kedua, an-Najmu, Izhas Samâu Inksyaqqa, dan sujud iqrak semua ini masih ikhtilaf menurut ahlul madinâh mereka menolak sujud yang lima diatas.
c. Perbuatan dari segi istilah
Seperti: A. Meminjamkan binatang tidak apa-apa asalkan dikembalikan dalam keadaan seperti semula akantetapi menurut ahlul madinâh tidak boleh karena ditakutkan akan terjadi kerusakan dan pertikaian jikalau hewannya melahirkan.
4. Perbuatan yang sesuai dengan Ijtihad dan Istimbad.
Seperti: A. Ketika Imam Malik mengumandangkan azan fazar setelah itu datanglah Abu Yusuf dan mengatakan kenapa engkau lakukan hal ini wahai Imam Malik, kemudian Imam Malik menjawab: subhânallah, ketahuilah bahwasanya perbuatan ini adalah hal yang sangat mulia karena semenjak zaman Rasulullah masih memimpin kita hingga zaman sekarang tidak seorangpun yang berani untuk mencegah amalan ini.

Keunggulan kota madinah dari tempat-tempat yang lainnya

1. Allah swt telah memilih kota madinah sebagai tempat diturunkannya ayat al-Quran dan syari’at islam, (baca: sejarah Rasul hijrah kemadinah)
2. setelah Rasulullah wafat banyak para sahabat yang tinggal di madinah dari pada kota lain. di madinah 150 orang, sedangkan para sahabat yang tinggal di mekah berjumlah 50 orang, para sahabat yang tinggal di irak berjumlah 105 orang, 50 orang berada di bashrah dan 55 orang berada di kufah, dan para sahabat yang tinggal di syam 50 orang begitu juga dengan kota mesir, yaman dan khurasan.
3. Rasulullah saw bersabda: Mâ baina baytî wâ mimbarî raudhatun min riyâdhil al-Jannah, yang artinya terdapat sebuah taman dari syurga diantara rumahku dan mimbarku,yaitu kota madinah. Dan Rasulullah Bersabda: Shalatun Fi Masjidi Haja Khairum Min Alfa Shalatin illa al-Masjid al-haram(H.R. Muttafaqun ‘Alaih), yang artinya Shalat dimesjid nabawi lebih baik dari seribu shalat dimesjid lain kecuali mesjidil haram,
4. Syaikh Muhammad Habibullah asy-Syanqithi mengatakan dalam syairnya: Washafahu Bi’âlami al-Madînah Fîhi Min al-Fawâidi as-Samaniyyah , yang artinya Imam Malik memuji kota madinah karena didalamnya terdapat faedah-faedah yang sangat berlian.
5. dikota Madinah terdapat mesjid Quba atau Taqwa yang memiliki keistimewaan karena mesjid ini yang pertama kali didirikan oleh Rasulullah meskipun orang-orang munafiq mendirikan mesjid ad-dharrâk , dan Allah swt Berfirman: Lâ Taqum Fîhi lamasjidun ussisa ‘Ala at-taqwa min awwali yawmin Ahaqqu An Taqûmu Fîhi Rijâlul Yuhibbûna An YatathaHHarû) yang artinya: Janganlah kamu sembahyang dalam mesjid itu selama-lamnya. Sesungguhnya mesjid yang didirikan atas dasar taqwa(Mesjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu bersembahyang didalamnya. Didalamnya ada orang-orang yang membersihkan diri.
6. Aisyah R.a. berkata: seluruh Negara dikuasai dengan pedang sedangkan kota madinah dibuka hanya dengan al-Quran.

Perbedaan pendapat tentang A’mâl Ahli al-Madînah sebagai Ijma’, Ijtihad.

Ibnu Hajm mengatakan :A’mâlu Ahlil Madînah sebagai Ijma’, baik digunakan sebagai alasan dari segi Naqal maupun dari segi Ijtihâd
Imam al-Bazdawî berpendapat : apabila para sahabat dimadinah berijma’ maka tak ada pertentangan dari manapun.
Imam al-Musawwadah menyampaikan tentang A’mâlu Ahlil Madînah : apabila Ahlul Madînah bersepakat tentang sesuatu, maka ia sebagai ijma’ maqthu’ walaupun ada pertentangan dari ulama yang lain.

Adapun alasan mereka tentang ijma’ ahlil madînah sebagai ijma’ umat adalah sebagai berikut

1.Rasulullah saw bersabda yang artinya (aku telah diperintahkan Allah untuk berhijrah ke sebuah kampung yang sangat mulia, orang-orang munafiq menamakannya yasrib akan tetapi ia adalah kota madinah yang menyingkirkan perbuatan yang jelek-jelek, sebagaimana tukang besi menghilangkan kotoran besi)
Dan Rasulullah saw bersabda yang artinya (sesungguhnya iman akan kembali ke kota madinah sebagaimana ular akan kembali kesarangnya)
Dan Rasulullah saw bersabda yang artinya (barang siapa yang ingin menghancurkan kota madinah maka Allah akan menyiksanya sebagaimana mencairnya garam didalam air)
2. Sesungguhnya kota madinah adalah tempat berhijrahnya rasulullah, tempat kuburan rasulullah, tempat diturunkannya wahyu, tempat bermusyawarahnya sahabat-sahabat, tempat menyebar luasnya agama islam, tempat berkembangnya ilmu pengetahuan sekaligus sumbernya, dan tak akan melencang dari kebenaran segala sesuatu yang mereka (ahlul madînah) sepakati bersama.
3. sesungguhnya ahlul madînah telah menyaksikan wahyu diturunkan, mereka telah mendengar takwil dan tafsir al-Quran, dan mereka lebih mengetahui tentang keadaan Rasullah saw, maka tak ada lagi kekhawatiran dari mereka.
4. sesungguhnya ahlul madînah telah menyaksikan akhir perbuatan dan perkataan Rasulullah, mereka telah mengetahui apa saja yang di hapus dan apa saja yang belum dihapus.
5. Bagi para sahabat apabila meninggalkan kota madinah kemudian mereka berijma’ maka dianjurkan untuk menanyakannya kembali ke kota madinah, apabila terjadi perbedaan dalam berijma’maka ia harus membatalkan ijma’nya, seperti Ibun Mas’ud
6. sesungguhnya periwayatan ahlul madînah lebih didahulukan dari periwayatan yang lainnya.
7. bahwasanya ahlul madînah tidak pernah menyembunyikan satu hukumpun dari nabi Muhammad saw karena kebanyakan sahabat yang tinggal diluar kota madinah menyembunyikan sebagian hukum seperti mereka tidak menerima sebuah ijma’ kecuali ijma’ itu rajah.

Jumhur ulama meradh pendapat-pendapat diatas

1. bahwasanya hadist diatas secara jelas merangkan tentang kemuliaan kota madinah, bukan menerangkan tentang ijma’ ahlul madînah, bukan menjelaskan ijma’ ahlul madînah sebagai kiblat sehingga mengenyampingkan ijma’ ulama-ulama yang lain, sesungguhnya A’mâlu ahlil madînah tidak bisa dijadikan dasar sebagai pengambilan hukum.
2. Dengan berhijrahnya Rasulullah ke kota madinah dan sebagai tempat turunnya wahyu, tidak bisa dijadikan sandaran hukum karena kota mekah juga mempunyai keistimewaan seperti terjadinya Isra’ dan Mi’raj dan turunnya wahyu akantetapi tempat ini tidak dijadikan sebagai pusat sandaran hukum baik ijma’ maupun ijtihad.
3. Sedangkan penyaksian mereka tentang turunnya wahyu Allah swt dan mengetahui segala yang dinasikh dan yang belum dinasikh, sesungguh mereka berpencar keseluruh penjuru dunia seperti mesir, Baghdad dll.
4. Tentang penyaksian mereka terhadap akhir perbuatan dan perkataan Rasulullah,maka sesungguhnya para sahabat yang bukan tinggal dikota madinah juga pernah mendengar dan melihat perbuatan Rasulullah, maka kedudukan mereka sama sehingga A’mâlu Ahlil Madînah tidak bisa diterima sebagai salah satu pondasi hukum.
5. Mereka mengatakan bahwasanya para sahabat yang tidak bermukim dikota madinah maka tidak boleh berijma’ kecuali merujuk kemadinah maka perkataan ini adalah bâthil.
6. Masalah periwayatan ahlul madinah lebih di utamakan, ini adalah alasan yang tanpa landasan karena riwayat dasarnya adalah orang-orang yang mendengar, kalau seandainya mereka beralasan bahwasanya kebanyakan riwayat yang paling kuat adalah ahli madinah karena mereka dekat dengan Rasulullah, maka kekuatan sebuah riwayat bukan dilihat dari jarak dan tempat.
7. Bahwasanya ahlul madînah tidak menyembunyikan hukum dari Rasulullah, sedangkan para sahabat yang tidak bermukim dimadinah ada sebagian hukum yang mereka sembunyikan, masalah penyembunyian bisa juga terjadi dimadinah, hal ini mungkin bisa terjadi dimana saja karena manusia adalah Makânun Nisyan, dan terjadi karena kekhilafan.

Kebanyakan ‘ulamâu al-Ushûliyyin selain Imam Malik bahwasanya A’mâlul Ahlil Madînah dikatakan hanya sebagai Ijma’ dan mereka menentang pendapat Imam Malik tentan Ijma’ Ahlil Madînah sebagai Ijma’ umat, bahkan mereka menentang bahwasanya Ijma’Ahlul Madînah sebagai hujjah sepanjang masa tidak membatasinya hanya sampai pada masa tabi’in, maka pendapat Imam Malik Adalah pendapat yang keliru bahkan fâsid karena Ijma’ itu harus disepakati terlebih dahulu oleh para ulama, sedangkan Ahlul Madînah hanya sebagian ulama dan orang-orang yang bermukim dikota madinah tidak semuanya orang mukmin, Ijma’ itu kesepakatan Mujtahid atas sebuah masalah yang belum terdapat didalam al-Quran dan Sunnah sedangkan kesepakatan Ahlul Madînah tidak bisa dikatakan kesepakatan semua mujtahid diseluruh dunia karena didaerah lain juga terdapat ulama, seperti mesir, dan kufah, Ijtihad Ahlil Madînah hanya bisa dijadikan sebagai hujjah bagi orang-orang mukmin yang tinggal dikota madinah, kemudian apabila ulama yang berIjtihad pendah atau berhijrah kekota lain maka apa yang akan terjadi? Oleh karena itu Ijma’ Ahlil Madînah tidak bisa dijadikan sebagai hujjah.
Menurut Imam al-Amdî mengatakan bahwasanya Ijma’ salah seorang sahabat Ahlul Madînah tidak bisa dijadikan sebagai hujjah akantetapi kalau Ijma’ lebih dari satu orang sahabat atau lebih banyak boleh dijadikan sebagai hujjah tapi masih banyak perselisihan didalamnya.

Epilog

‘Ulamâu al-Ushûliyyin lil-Malikiyyah berkata: Ketahuilah Hamba Allah yang dimuliakanNya, sesungguhnya terjadi perselisihan pendapat karena mereka berbicara tidak pada tujuannya, dan ada sebagian ulama usûliyyin yang belum mentahqiq kembali majhab kami, bahkan ada yang belum mendalami majhab kami, mereka beranggapan bahwasanya Imam Malik tidak menerima ijma’ kecuali ijma’ Ahlil Madînah, padahal perkataan ini tak pernah ia katakannya dan tak seorangpun dari sahabatnya mengatakan seperti itu, akantetapi hanya pengkhususan saja untuk mengikuti sunnah Khulafâ ar-Rasyidîn sehingga mereka selalu menyalahkan pendapat kami tentang A’mâlul Ahlil Madînah sebagai sandaran, perkiraan mereka amat keliru bahkan salah.
Meskipun A’mâlul Ahlil Madînah sangat jarang didapati, kita harus mengetahuinya dengan mempelajarinya karena an-Nâsu a’dâu Mâ Jahilu, apalagi kita yang notebennya sebagai Mahasiswa Al-Azhar, A’mâlul Ahlil Madînah bukanlah sebuah landasan agama islam yang baru dibuat akantetapi sudah berabad-abad, tapi ia sangat populer dikalangan Malikiyyah saja dan dikesampingkan oleh mazhab-mazhab lainnya, Wallahu ‘alamu bi ash Shawâb. Wa Ilahi Turja’u al Umûr.


Daftar Pustaka
1) Al-Quran dan Terjemahannya, CV. Toha Putra Semarang, 1989
2) Ahmad Bin Ali Bin Hajar al-Asqalani, Fathu al-Bârî, Tahqiq Muhammad Fuad Abdul Bani, Dâr at-Taqwâ, ‘Ain Syams-Mesir, Cet.III, 1421H/2000M.
3) Dr. Muhammad al-Madani Busan, Al-Masâilu al-Latî Banâ Hâ al-Imam Malik ’Al â Amali Ahli al-Madînah, Dâr al-Buhûst Liddirâsât al-IslamiyyahWa Ihyâu at-Turats, Dubai, Cet. I, 1421H/2000M.
4) Prof. Dr. Ahmad Muhammad Nur Saif, Majmû’atu ‘Amali Ahli al-Madînah Bayna Musthalâhat Mâlik Wa Arâi al-Ushûliyyin, Dâr al-Buhûst Liddirâsât al-IslamiyyahWa Ihyâu at-Turats, Dubai, Cet. III, 1423H/2002M.
5) Dr. Adil Muhammad Shalah Abu al-Ala, Khashâishu as-Suar Wa al-ayâti al-Madînah, Dâr al-Qiblah Lissyaqafah al-islamiyyah, Jeddah, Cet. I, 1420H/1999M.
6) Al-Imam Husen Rasyid al-maliki, Lubâbu al-Mahshul Fî ’Ilmi al-Ushûl, Tahqiq Muhammad Khazali Umar Jabi, Dâr al-Buhûst Liddirâsât al-IslamiyyahWa Ihyâu at-Turats, Beirut, Cet. I, 1424H/2001M.
7) Al-Imam al-Hafidz Jalaluddin as-Suyuthi, Al-Itqân Fî ’Ulûmi al-Quran, Tahqiq Hamid Bin Ahmad at-Thahir al-Basuni, Dâr al-Fajar Litturats, Cet. I, Mesir, 1427H/2007M.
8) Dr. Muhammad Bin Alwi Bin Abbad al-Maliki al-Husni, Imam Dâr al-Hijrah Mâlik Bin Anas R.a, Dâr al-Azhar Majma’ al-Buhûst al-Islamiyyah, Cet. IV, 1401H/1981M.





















Contoh berijma’kembalinya ke kota madinah, ini disebabkan ketika itu yang menjadi khlaifah adalah umar maka dianjurkan untuk menanyakannya kembali kepada umar dalam hal ibnu mas’ud
Contoh mendahulukan berijma’ orang madinah
Sya’un= sha’ menurut selain ulama hanafiyah = 2172 gram
Tharbun = jenis
Maratibun=kedudukan
Muddun =0,687 liter =543 gram menurut syafiiyyah+malikiyyah+hanabilah
Masa sahabat sampai zaman siapa
Alasan imam safii tentang penentangan mereka

No comments: