Saturday 7 November 2009


Kematian Sumber Kemaslahatan

Oleh: Mohd. Yusuf Hasibuan












"Bagaimana kamu mengingkari (Allah) sedang kamu tadinya mati, kemudian dihidupkan (oleh-Nya), kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kamu dikembalikan kepada-Nya(QS: al-Baqarah, 28)




Kematian adalah berpisahnya ruh dari jasad, segala sesuatu akan berhenti dari pertumbuhan, makan, minum, bernapas, berpikir dan beraktivitas. Kematian juga sebuah perpindahan kehidupan dari alam dunia ke alam barzah dan kematian termasuk musibah yang paling besar bagi umat manusia. Dizaman sekarang abad ke 21 sering kali kita menemui kematian, dimana-mana kematian selalu ada baik akibat dari kecelakaan maupun peperangan. Rasulullah Saw sebelum meninggal, beliau memperbanyak i’tikaf 20 hari dari akhir bulan Ramadhan. Begitu juga dengan salah seorang sahabat Ja’far bin Abi Thalib yang meninggal didalam perang Muktah, yang mana kedua belah tangannya terpotong, tapi perjuangan untuk mengibarkan bendera islam ia pertahankan sampai azal menjemputnya. Imam Ibnu Kasir juga mengatakan didalam bukunya Bidâyah Wa an-Nihâyah yaitu “Sesungguhnya Allah Swt telah mengganti tangan Ja’far bin Abi Thalib dengan dua sayap didalam syurga.” Abdurrahman bin ‘Auf salah seorang sahabat yang dijamin masuk syurga, suatu saat ia menangis dan berlinang air matanya setelah ia menyantap hidangan mewah, lalu ditanya sebabnya, maka ia menjawab “aku takut hanya yang ku nikmati didunia saja, yang akan menjadi ganjaran dari Allah SWT. Sedangkan setelah aku meninggal nanti tiada lagi.” Lalu bagaimana dengan kita?.

Maka kita harus selalu mengingat kematian, karena mengingatnya memiliki manfaat yang sangat besar bagi manusia. Rasulullah Saw bersabda yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah (Abdu Syams sebelum islam) yang artinya “perbanyaklah mengingat hal yang menghanguskan kelezatan yang bersipat sementara, kemudian para sahabat bertanya: “apakah hal yang bisa menghancurkan kelezatan? Rasulullah Saw bersabda: dialah kematian.” Mengingat kematian membuat kita semakin berhati-hati dalam melakukan Sesuatu dan membuat tujuan hidup kita lebih konsen kepada akhirat. Didalam buku Tahzîbu al-Kamâl tertulis bahwasanya Yajid al-Raqasyi berkata kepada dirinya sendiri: “celakalah engkau wahai Yazid, siapakah yang akan menyolatkanmu ketika engkau meninggal? siapakah yang akan meridhaimu setelah meninggal? kemudian ia berkata: “hai manusia apakah engkau tidak menangis dan menyesal atas perbuatan kamu dari-umur-umur yang tersisa. siapakah yang akan menemaniku didalam kematian? kuburan sebagai rumahku, debu sebagai tempat tidurku, binatang-binatang sebagai manusia yang akan menemaniku selalu.” Kemudian ia menangis tersedu-sedu sampai terjatuh.

Abu al-‘Utahiyah mengatakan didalam syairnya yang artinya: “Hai manusia, jikalau kamu berpikir, bermuhasabah terhadap diri kamu dan dunia. Pasti kamu akan mengetahui bahwa dunia adalah sebagai jembatan yang harus dilewati menuju ke akhirat. Tidak ada kebanggaan didalamnya kecuali bagi orang-orang yang beriman dan bertaqwa. Mereka telah menyiapkan diri untuk menghadapi kematian, dan mereka akan bahagia esok hari diakhir zaman. Aku sangat heran kepada manusia yang sombong, yang mana kesombongannya akan musnah ditelan api, kuburannya akan mengurungnya dst.” dari syair yang singkat ini bahwasanya salah satu cara untuk meninggalkan dunia adalah dengan mengingat kematian.

Agar umat manusia selalu mengingat kematian maka ada beberapa cara yang harus dilewati diantaranya: memperbanyak ziarah kubur. Rasulullah Saw bersabda yang artinya: “Aku pernah melarang kamu dari ziarah kubur maka (sekarang) ziarahilah kuburan, karena dalam ziarah kubur ada ‘ibrah atau pelajaran. Namun janganlah kamu mengeluarkan ucapan yang membuat tuhanmu murka.” (HR. Ahmad dan Al-Hakim). Menziarahi kuburan merupakan salah satu kunci untuk mempercepat mengingat kematian dan akan mengikis kerusakan yang ada didalam hati. Ibnu Rajab pernah mengatakan didalam buku Zammu Qoswati al-Qulûb yang artinya: “Suatu saat seorang wanita mendatangi Aisyah Ra. dan berkata: “hai Aisyah Ra. bagaimanakah cara melembutkan hati yang keras?” kemudian Aisyah menjawab: “untuk melembutkan hati maka perbanyaklah mengingat kematian. Kemudian wanita tersebut berterima kasih kepada Aisyah Ra.”

Dan untuk mendekatkan hati agar lebih ingat kepada kematian, yaitu dengan menyaksikan orang-orang yang sedang ditimpa musibah dan meninggal. Karena pada suatu saat Hasan al-Bashri mengunjungi orang yang sedang sakit parah, tapi tak berapa lama orang tersebut meninggal dihadapannya. Maka pada saat Hasan al-Bahri kembali dengan muka yang sangat pucat, ahli bait menyidiakannya makanan dan minuman. Hasan al-Bashri mengatakan: ”Hai ahli bait, ambillah kembali makanan dan minuman yang telah kamu sediakan, sesungguhnya Allah Swt telah menyaksikanku, maka aku harus menghadapNya secepat mungkin.” Ini keajaiban yang telah dialami Hasan al-Bashri, setelah ia menyaksikan Sakaratu al-Maut makanan yang telah terhidangkan ia tinggalkan, untuk beribadah kepada Allah Swt. Maka buah dari “tanaman” mengingat kematian pasti ia akan jauh dari maksiat dan hatinya akan lembut serta keindahan yang bersipat sementara akan ditinggalkannya, karena kematian merupakan sumber kemaslahatan.

Saya sebagai penulis mengajak seluruh pembaca dan diri saya khusunya untuk selalu mengingat kematian dengan mentadabburi beberapa pertanyaan-pertanyaan berikut: “Siapakah yang akan menjiarahi kita? siapakah yang akan mengamalkan ilmu-ilmu kita? Dan bagaimanakah akhlak anak-anak kita nantinya? sudah sanggupkah kita jikalau sekarang Allah Swt mencabut nyawa kita? Persiapan apa saja yang telah kita lakukan dalam menghadapi kematian? tidakkah kita menyadari bahwasanya hari-hari yang telah berlalu akan mendekatkan kita kepada kematian?. Kematian merupakan takdir yang pasti akan dijumpai oleh seluruh makhluk hidup dimuka bumi ini, tak terkecuali baik presiden maupun rakyat jelata semuanya akan menjumpai kematian. Oleh karena itu marilah kita bersama-sama mempersiapkan amalan-amalan yang baik untuk menghadapi kematian. Sehingga kita menjadi hamba yang diridhai oleh Allah Swt. Amin.

* Penulis adalah Anggota Himpunan Mahasiswa Medan (HMM).

 

No comments: